Jumat, 10 Januari 2014

Hafalan



Ini tentang hafalan Al qur’an.
Ada cerita mengesankan  tentang orang-orang yang komitmen dalam menjaga hafalannya.
Seorang ustadz, pengajar Al qur’an. Beliau punya kebiasaan tidur lebih awal sehabis isya’ (jika tidak ada keperluan yang lebih penting lain), selanjutnya bangun di tengah malam untuk muroja’ah (mengulang) semua hafalan Qur’an-nya sampai sholat malam, dan sampai menemui waktu shubuh.
Lain lagi seorang ustadz satunya. Beliau punya kebiasaan kalau sudah pulang ke rumah sehabis bekerja atau agenda lain (pada jam berapapun), beliau tidak akan tidur sebelum selesai me-muroja’ah semua hafalannya. Jika merasa ngantuk atau lelah, bukan lantas langsung beranjak tidur, tapi beliau justru keluar rumah berjalan kaki menyusuri jalanan sampai menyelesaikan muroja’ahnya, barulah beliau akan pulang dan beristirahat
Ketika ditanya tentang kebiasaan keduanya, senada alasannya: karena menjaga hafalan Al Qur’an adalah tanggung jawab bagi mereka, kewajiban para penghafal adalah menjaga hafalannya, dan begitulah salah satu cara mereka menjaga hafalannya. Mereka benar-benar mengamalkan perkataan Rasulullah: “Jagalah benar-benar Al-Quran ini, demi Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, Al-Quran lebih cepat terlepas daripada onta yang terikat dari ikatannya.”
Cukup menohok juga. Hafalan belum genap 1/10 Al Qur’an saja masih belum bisa menjaga. Mungkin kalau ditanya, sudah hafal berapa juz? Jawabnya: sekian juz atau sekian surat, beberapa surat diantaranya  dengan kualifikasi ‘pernah hafal’, karna terkadang ada yang kurang lancar ketika jarang dimuroja'ah. Memang untuk menghafal Al Qur'an perlu komitmen dan konsistensi yang kuat.  Jika itu tidak dimiliki bagaimana bisa menjaga hafalan, muroja'ah, serta  merutinkan menambah hafalan??? 
Salut sama anak-anak kecil yang sudah pandai menghafal Al Qur'an. Memang belajar menghafal Al Qur'an lebih baiknya sejak dini(masih anak-anak), karna bisa dibilang pikiran mereka masih fresh dan akan mudah menghafal. Wajah-wajah mereka masih dipenuhi oleh kesucian hati dan jiwa, belum ternoda oleh dosa, belum terkontaminasi godaan dunia dan maksiat yang menjerumuskan, belum terseret oleh nafsu manusia yang sering melupakan keberadaan Tuhannya. Sedangkan ketika sudah beranjak dewasa sudah banyak terkontaminasi dengan dosa dan hawa nafsu yang melalaikan. Itu akan berpengaruh juga terhadap kemampuan hafalan. Karna "Al 'ilmu nuurun, wa nuurullahi laa yuhda lil 'ashii" Ilmu itu cahaya dan cahaya Allah tak akan  diberikan kepada orang-orang yang suka berbuat maksiat. 
Ilmu adalah sinar yang diletakkan oleh Allah di dalam hati, sedangkan maksiat memadamkan sinar tersebut. Yap....sebagai koreksi diri juga ni. Ketika diri merasa susah dalam menghafal bisa saja karena khilaf atau maksiat yang menghalangi. Jadi Komitmen dan konsistensi saja tidak cukup untuk menghafal Al Qur'an, namun juga tergantung pada kondisi ruhiyah, keimanan, dan kedekatan kita dengan Allah.
Tidak perlu disesali ketika merasa sudah terlambat untuk menghafal Al-Qur'an. Tidak ada kata terlambat dalam belajar. Mumpung masih ada kesempatan, yuk lakukan, dengan niat yang lurus pastinya ^^ #menasehati diri sendiri juga. Tentu saja tidak hanya sekedar dibaca atau dihafalkan namun juga diamalkan ^^#Semangat Perbaikan :)
Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

“Dan perumpamaan orang yang membaca Al Qur’an sedangkan ia hafal ayat-ayatnya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun 'alaih)

“Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).” (HR. Muslim)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar