Ini
kisah anak desa. Kisah tentang pandangan orang desa yang kebanyakan illfeel
atau antipati terhadap orang yang berjilbab besar. Kebanyakan dari mereka
memang orang awam yang masih kental terhadap kejawen. Suatu saat ada obrolan
antara gadis berjilbab besar dengan sepupunya yang masih berjilbab “biasa”.
G
(Gadis)
S
(Sepupu)
S : Kenapa sih dek harus pake jilbab besar
kayak gitu?
G : Memangnya kenapa mbak, apa juga
salahnya ketika pake seperti ini?
S : Ya gak tau kelihatan aneh saja
G : Misal ya mbak, ada seorang gadis yang berpakaian
vulgar seperti rok mini kemudian seumpama suami sampean melihat gadis tersebut
dan merasa tergoda atau tertarik dengan apa yang nampak pada gadis itu sampean
bakal cemburu atau marah gak mbak kalau tau?
S : Ya iya...
G : Brarti mbak merasa terganggu kan?
S : em... ya
G : Lha terus kalau saya berpakaian seperti
ini apa mbak merasa terganggu??
S : (Terdiam)
G : Aneh kan mbak kalo orang berpakaian
buka-bukaan yang mengundang nafsu aja dianggap biasa, tapi orang yang
berpakaian menutup aurat justru dianggap aneh??
S : Iya mungkin karena takut aliran yang
aneh2 gitu yaaa
G : Aliran mana yang dimaksud. Jangan
terlalu percaya apa kata orang yang dengan seenaknya mengklaim “aliran aneh” .
Memang ada yang aneh dari kelakuan saya mbak?
S : Ya gak sih. Ya biasa aja mbak dan
tetangga2 kan sudah kenal sampean.
G : Brarti kebanyakan orang pas ketemu
orang gak dikenal di jalan dengan pakaian seperti ini langsung diklaim “aneh”
gitu yaa
S : Bisa jadi begitu
Fenomena
tersebut biasa terjadi di kalangan masyarakat. Ada lagi fenomena ketika orang
bilang seperti ini” Ngapain harus berjilbab, Si X aja pake jilbab tapi juga
pacaran. Kalau si Y meskipun gak berjilbab tapi gak pacaran”. Ya kebanyakan
orang memandang dari segi seperti itu. Kenapa tidak seperti ini. “Ya si X itu
masih pacaran, tapi setidaknya sudah pake jilbab. Tentu akan lebih oke ketika
dia gak pacaran. Ya si Y itu berakhlak baik dan gak pacaran, Tapi alangkah
lebih sempurna ketika jilbab itu menutupi dirinya”.
Fenomena
lain juga seperti ini “Itu yang diperintahkan berjilbab bukannya istri nabi
yaa?Kita kan bukan istri nabi". Lha kalau istri nabi saja yang sudah dijamin
kemuliaannya diperintahkan untuk menutup aurat bagaimana dengan kita yang belum
terjamin kemuliaannya? Dalam QS Al Ahzab ayat 59 Allah berfirman “ Hai Nabi, katakanlah istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-rang mukmin ,Hendaklah mereka
menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka...” Nah itu ada juga
istri-istri orang yang beriman. Kita beriman kepada Allah kan? :).
Ada
juga fenomena seperti ini. “Ntar aja deh aku pake jilbabnya kalo udah nikah”. Ya
mungkin ketika sudah nikah lebih ingin menjaga diri untuk suami saja, dalam hal
ini suami selamat dari pertanggungjawaban mendidik istri untuk menutup aurat. Padahal kita gak tau seberapa panjang usia hidup kita,
apakah kita masih bisa merasakan pernikahan atau tidak siapa yang tau.
Menutup
aurat selain disyari’atkan tentu saja membawa kebaikan. Lebih merasa aman dari
tindak pelecehan karena nafsu, Terlindung
dari sinar matahari yang bisa merusak kulit dll. Selain itu juga tolong
menolong dalam kebaikan. Misalnya ketika kita menutup aurat maka telah menolong
para laki-laki dari zina mata, zina hati atau zina yang sebenarnya, karna tidak
memancing syahwat mereka. Selain itu dengan menutup aurat maka ayah kita telah
terpenuhi tanggungjawabnya dalam mendidik putrinya untuk menutup aurat dan tidak menanggung dosa akibat kita tidak
menutup aurat. Wallahu a’lam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar