Minggu, 26 Januari 2014

Fenomena Jilbab


Ini kisah anak desa. Kisah tentang pandangan orang desa yang kebanyakan illfeel atau antipati terhadap orang yang berjilbab besar. Kebanyakan dari mereka memang orang awam yang masih kental terhadap kejawen. Suatu saat ada obrolan antara gadis berjilbab besar dengan sepupunya yang masih berjilbab “biasa”.

G (Gadis)
S (Sepupu)

S       : Kenapa sih dek harus pake jilbab besar kayak gitu?
G       : Memangnya kenapa mbak, apa juga salahnya ketika pake seperti ini?
S       : Ya gak tau kelihatan aneh saja
G      : Misal ya mbak, ada seorang gadis yang berpakaian vulgar seperti rok mini kemudian seumpama suami sampean melihat gadis tersebut dan merasa tergoda atau tertarik dengan apa yang nampak pada gadis itu sampean bakal cemburu atau marah gak mbak kalau tau?
S       : Ya iya...
G       : Brarti mbak merasa terganggu kan?
S       : em... ya
G       : Lha terus kalau saya berpakaian seperti  ini apa mbak merasa terganggu??
S       : (Terdiam)
G     : Aneh kan mbak kalo orang berpakaian buka-bukaan yang mengundang nafsu aja dianggap biasa, tapi orang yang berpakaian menutup aurat justru dianggap aneh??
S       : Iya mungkin karena takut aliran yang aneh2 gitu yaaa
G     : Aliran mana yang dimaksud. Jangan terlalu percaya apa kata orang yang dengan seenaknya mengklaim “aliran aneh” . Memang ada yang aneh dari kelakuan saya mbak?
S       : Ya gak sih. Ya biasa aja mbak dan tetangga2 kan sudah kenal sampean.
G     : Brarti kebanyakan orang pas ketemu orang gak dikenal di jalan dengan pakaian seperti ini langsung diklaim “aneh” gitu yaa
S       : Bisa jadi begitu

Fenomena tersebut biasa terjadi di kalangan masyarakat. Ada lagi fenomena ketika orang bilang seperti ini” Ngapain harus berjilbab, Si X aja pake jilbab tapi juga pacaran. Kalau si Y meskipun gak berjilbab tapi gak pacaran”. Ya kebanyakan orang memandang dari segi seperti itu. Kenapa tidak seperti ini. “Ya si X itu masih pacaran, tapi setidaknya sudah pake jilbab. Tentu akan lebih oke ketika dia gak pacaran. Ya si Y itu berakhlak baik dan gak pacaran, Tapi alangkah lebih sempurna ketika jilbab itu menutupi dirinya”.

Fenomena lain juga seperti ini “Itu yang diperintahkan berjilbab bukannya istri nabi yaa?Kita kan bukan istri nabi". Lha kalau istri nabi saja yang sudah dijamin kemuliaannya diperintahkan untuk menutup aurat bagaimana dengan kita yang belum terjamin kemuliaannya? Dalam QS Al Ahzab ayat 59 Allah berfirman “ Hai Nabi, katakanlah istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-rang mukmin ,Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka...” Nah itu ada juga istri-istri orang yang beriman. Kita beriman kepada Allah kan? :).

Ada juga fenomena seperti ini. “Ntar aja deh aku pake jilbabnya kalo udah nikah”. Ya mungkin ketika sudah nikah lebih ingin menjaga diri untuk suami saja, dalam hal ini suami selamat dari pertanggungjawaban mendidik istri untuk menutup aurat. Padahal kita gak tau seberapa panjang usia hidup kita, apakah kita masih bisa merasakan pernikahan atau tidak siapa yang tau.

Menutup aurat selain disyari’atkan tentu saja membawa kebaikan. Lebih merasa aman dari tindak pelecehan karena nafsu,  Terlindung dari sinar matahari yang bisa merusak kulit dll. Selain itu juga tolong menolong dalam kebaikan. Misalnya ketika kita menutup aurat maka telah menolong para laki-laki dari zina mata, zina hati atau zina yang sebenarnya, karna tidak memancing syahwat mereka. Selain itu dengan menutup aurat maka ayah kita telah terpenuhi tanggungjawabnya dalam mendidik putrinya untuk menutup aurat dan tidak menanggung dosa  akibat kita tidak menutup aurat. Wallahu a’lam bishawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar