Tengah malam, si pemuda terbangun dari tidurnya. Dia tidak tahu jam berapa itu tepatnya, toleh kanan kiri tak ada jam dinding terlihat. Rasa-rasanya seperti sepertiga malam terakhir. Kelambu yang mengitari kasurnya hanya terbuka bagian depan, membuka pandangannya hanya ke arah depan. Ia masih terbaring lemah, namun kesadarannya penuh. Tiba-tiba ia merasa kesepian, sepertinya di ruangan itu hanya ia yang tengah terjaga. Di sebuah ICU rumah sakit swasta. Kemarinnya, ia jatuh sakit yang belum juga ia tahu sakit apa namanya. Yang ia rasa sebelumnya adalah rasa nyeri yang teramat dalam dan sakit, menusuk jantungnya.
Tepat di depan tempat tidur dimana ia terbaring adalah tempat dimana para perawat biasa stand by, menghimpun data, menghadap komputer, atau menerima konsultasi. Harusnya paling tidak ada satu perawat jaga yang stand by di situ, ini kan ICU, intensive care unit, masa lengang begini, pikir pemuda itu. Namun tak ada, entah mereka kemana, sedang apa, atau tidur dimana. Yang ada hanya sunyi senyap, beserta bunyi alat-alat medis yang menemani para pasien di samping kanan-kiri pemuda itu. Selainnya, tepat di sebelah kiri si pemuda tadi terbaring juga seorang lelaki paruh baya yang katanya menderita asma akut, sejak hari beranjak malam si bapak terdengar kesulitan bernafas. Hanya terdengar, karena si pemuda terhalang kelambu pemisah sehingga hanya bunyi suara nafas berat si bapak yang didengarnya. Grrrookkkhhh…grokkkhh…kira2 begitu suara nafasnya.
Malam berlanjut larut, si pemuda tetap kesepian dalam senyap malam. Cukup lama. Lalu ia pun berusaha memejamkan mata. Puluhan menit berlalu, saat kesadarannya hampir beranjak ke alam mimpi, tiba2 suara-suara gaduh mengusiknya. Suara para perawat, bergerombol mendatangi si bapak di sebelah kiri. Pemuda itu tak tau ada apa, ia hanya mendengar suara-suara panik bersahut-sahutan di sebelahnya.
“Bagaimana ini?”
“Yang ini…yang itu…” Para perawat terdengar bersama2 berusaha melakukan tindakan untuk mencari sebab dan menolong si bapak yang sepertinya dalam kondisi klimaks. Sampai si pemuda tadi mendengar sebuah percakapan dengan nada terkaget. “Wah ini, bagaimana ini. Ini kan selang respirasi, kenapa disambung ke ekspirasi?!!” kata seseorang, entah perawat, entah dokter.
Bla…bla…bla…terdengar bunyi2 alat medis diusahakan untuk menyambung nyawa si bapak, hingga akhirnya…
“Sudah tidak bisa…panggil Bapak Modin.” *modin itu semacam ustadz atau pendoa di RS tersebut, yang tugasnya mentalqin pasien2 yang sakaratul maut.
Dan…innalillahi wainna ilaihi rooji’un. Si bapak sakit itu meninggal.
“Bagaimana ini?”
“Yang ini…yang itu…” Para perawat terdengar bersama2 berusaha melakukan tindakan untuk mencari sebab dan menolong si bapak yang sepertinya dalam kondisi klimaks. Sampai si pemuda tadi mendengar sebuah percakapan dengan nada terkaget. “Wah ini, bagaimana ini. Ini kan selang respirasi, kenapa disambung ke ekspirasi?!!” kata seseorang, entah perawat, entah dokter.
Bla…bla…bla…terdengar bunyi2 alat medis diusahakan untuk menyambung nyawa si bapak, hingga akhirnya…
“Sudah tidak bisa…panggil Bapak Modin.” *modin itu semacam ustadz atau pendoa di RS tersebut, yang tugasnya mentalqin pasien2 yang sakaratul maut.
Dan…innalillahi wainna ilaihi rooji’un. Si bapak sakit itu meninggal.
Esok paginya, istri si bapak yang mengetahui suaminya telah tiada seketika menangis sehebat-hebatnya, lemas tubuhnya, hampir rubuh rasanya. Untunglah ada sesosok ibu yang usianya kira2 lebih tua belasan tahun dari si istri tadi, terus merangkul dan menenangkan si istri yang terus berujar seolah tak percaya dengan kenyataan di hadapannya. “Ndak nyangka Bu…ndak nyangkaaaa…Bapak tadi malam masih baik2 saja, dia bahkan sudah sadar dan bisa bicara, keliatan sudah mau baikan…” diselingi tangisan histeris, si istri terus meluapkan pikiran dan perasaannya, tentang dirinya yang tak mampu tanpa suaminya, tentang anaknya yang masih kecil, tentang ketidak-menyangkaannya, tentang hatinya yang pedih teriris…
Namun takdir adalah takdir. Pena telah diangkat, dan tinta telah kering. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, Bapak…melapangkan kuburmu, semoga Allah memuliakanmu ke dalam surga-NYA. Allohummaghfirlahu, warhamhu, wa’afiihi wa’fu’anhu…
Sudah setahun yang lalu…masih melekat dalam ingatan. Dan peristiwa di ruang ICU itu, tak pernah sampai pada sang istri
#kisah nyata dari cerita istri sang pemuda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar