Jalan-jalan ke Madiun sama ibuk. Gak sekedar jalan-jalan pastinya
ada keperluan yang dicari. Setelah selesai muter-muter membeli ini dan itu kami
mampir ke siomay yang menjadi langgananku sejak SMP. Lebih tepatnya mbakku yang
berlangganan duluan dan akhirnya aku pun keseret dan membuat teman-teman yang
kuajak kesitu menjadi ketagihan dan juga ikut sering mengunjungi(ya maksudnya beli gitu, gak sekedar mengunjungi :D ). Siomay di warung
sederhana di Jalan Serayu, namanya siomay THOYYIBAH(tak apalah sebut merk).
Memang kurasa belum ada yang menandingi kelezatan siomay disitu.#bukanpromosi...(Tapi
kalo mau disebut promosi tak apalah, mempromosikan dagangan saudara sesama
muslim tak ada salahnya^^). Selain itu saya percaya sama penjualnya, beliau adalah
seorang ‘alim yang ahli”ngaji”. Yang dijualnya insyaallah halalan thoyyiban,
Halal lagi baik sesuai namanya donk(Siomay Thoyyibah).
Terkadang mikir juga
tentang makanan-makanan yang selama ini saya beli di jalan-jalan,,,eh maksudnya
di warung-warung pinggir jalan gitu. Kan kita gak tau ya proses pembuatannya. Apakah didapat
dan diproses dengan cara yang halal? Jika daging apakah hewan tersebut
disembelih dengan menyebut nama Allah? Bukannya bersu’udzon, namun
berhati-hati.
Ada juga lho orang yang bener-bener gak mau beli makanan di luar
kalo gak bener-bener terpaksa. Ya karna dengan alasan kemungkinan-kemungkinan yang
saya sebutkan diatas. Kadang kita pernah mikir bukankah hukumnya tidak apa-apa
jika memang kita tidak tahu? Pada yang sudah terlanjur dan kita tidak tahu
bukankah diampuni oleh Allah? Ya,memang diampuni. Namun pengaruh unsur haram
pada tubuh tidak serta-merta ikut luruh. Sedangkan anggota tubuh yang tumbuh
dari barang haram, mudah beresonansi dengan frekuensi kemaksiatan dan
menghalangi pancaran do’a kita kepada Allah.
Suatu hari, di hadapan para sahabat, Rasulullah membacakan dua
ayat, Surah Al Mu’minun : 51 dan Surah Al Baqarah: 168 yang memerintahkan para
Rasul dan semua insan memakan rezeki Allah yang halal dan baik. Beliau kemudian
bercerita tentang seorang musafir di padang pasir, yang berpuasa, yang bekalnya
dicuri kawan, dan yang tersesat dalam perjalanan, lalu sang musafir mengangkat
tangannya ke langit untuk berdo’a : “Ya Rabb! Ya Rabb!”.
“Tetapi bagaimana mungkin dikabulkan,sementara yang dimakannya
haram, yang dikenakannya pun haram,”ujar Nabi. Padahal orang yang disebut dalam kisah
memiliki 4 keutamaan yang menjamin do’anya terkabul: musafir, berpuasa,
terdzalimi, mengangkat tangan. Tetapi perkara haram yang melekat tubuh, telah
menghalangi sampainya do’a ke sisi Allah. Jadi tertolaknya do’a, boleh jadi
sebab adanya hal haram yang tumbuh di tubuh. Naudzubillahimindzalik...
Ada suatu kisah lagi tentang Abu Bakar Ash-Shidiq. Suatu hari
beliau pulang saat sang istri menyediakan roti beserta kuah daging di meja
makan. Karena lapar maka dinikmatinya segera hidangan tersebut tanpa bertanya
asal-usul hidangan di meja sebagaimana kebiasaannya. Sang istri menegur dan
mengatakan bahwa hidangan tersebut dari tetangga. Akhirnya tahulah bahwa yang
memberikan hidangan itu ternyata adalah tukang ramal. Dengan sigap beliau
susupkan tiga jari ke pangkal lidah, dan dimuntahkannya semua makanan yang
sudah terlanjur tertelan.Subhanallah, begitu gigihnya mencegah dan
menghindarkan diri dari segala sesuatu yang haram.
Bagaimana dengan kita? Apakah yang melekat pada diri kita selama
ini adalah yang halal lagi baik???#introspeksi. Sesuatu yang haram jika melekat
pada diri kita dapat menghalangi sampainya do’a kita kepada Allah dan cenderung
mendorong untuk berbuat ke arah maksiat. Maka layaklah kita berhati-hati dan
waspada. Semoga Allah menjaga diri kita dari segala hal yang demikian. Semoga
kita semua disucikan Allah lahir dan batin, jiwa dan raga. Jika halal yang melekat maka barakah yang didapat^^
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik
(thayib) dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada
Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (QS..Al Maidah:88)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar