Minggu, 23 Juni 2013

Yang Halal, yang Barakah


Jalan-jalan ke Madiun sama ibuk. Gak sekedar jalan-jalan pastinya ada keperluan yang dicari. Setelah selesai muter-muter membeli ini dan itu kami mampir ke siomay yang menjadi langgananku sejak SMP. Lebih tepatnya mbakku yang berlangganan duluan dan akhirnya aku pun keseret dan membuat teman-teman yang kuajak kesitu menjadi ketagihan dan juga ikut sering mengunjungi(ya maksudnya beli gitu, gak sekedar mengunjungi :D ). Siomay di warung sederhana di Jalan Serayu, namanya siomay THOYYIBAH(tak apalah sebut merk). Memang kurasa belum ada yang menandingi kelezatan siomay disitu.#bukanpromosi...(Tapi kalo mau disebut promosi tak apalah, mempromosikan dagangan saudara sesama muslim tak ada salahnya^^). Selain itu saya percaya sama penjualnya, beliau adalah seorang ‘alim yang ahli”ngaji”. Yang dijualnya insyaallah halalan thoyyiban, Halal lagi baik sesuai namanya donk(Siomay Thoyyibah).

Terkadang  mikir juga tentang makanan-makanan yang selama ini saya beli di jalan-jalan,,,eh maksudnya di warung-warung pinggir jalan gitu. Kan kita gak tau ya proses pembuatannya. Apakah didapat dan diproses dengan cara yang halal? Jika daging apakah hewan tersebut disembelih dengan menyebut nama Allah? Bukannya bersu’udzon, namun berhati-hati.

Ada juga lho orang yang bener-bener gak mau beli makanan di luar kalo gak bener-bener terpaksa. Ya karna dengan alasan kemungkinan-kemungkinan yang saya sebutkan diatas. Kadang kita pernah mikir bukankah hukumnya tidak apa-apa jika memang kita tidak tahu? Pada yang sudah terlanjur dan kita tidak tahu bukankah diampuni oleh Allah? Ya,memang diampuni. Namun pengaruh unsur haram pada tubuh tidak serta-merta ikut luruh. Sedangkan anggota tubuh yang tumbuh dari barang haram, mudah beresonansi dengan frekuensi kemaksiatan dan menghalangi pancaran do’a kita kepada Allah.

Suatu hari, di hadapan para sahabat, Rasulullah membacakan dua ayat, Surah Al Mu’minun : 51 dan Surah Al Baqarah: 168 yang memerintahkan para Rasul dan semua insan memakan rezeki Allah yang halal dan baik. Beliau kemudian bercerita tentang seorang musafir di padang pasir, yang berpuasa, yang bekalnya dicuri kawan, dan yang tersesat dalam perjalanan, lalu sang musafir mengangkat tangannya ke langit untuk berdo’a : “Ya Rabb! Ya Rabb!”.

“Tetapi bagaimana mungkin dikabulkan,sementara yang dimakannya haram, yang dikenakannya pun haram,”ujar Nabi. Padahal orang yang disebut dalam kisah memiliki 4 keutamaan yang menjamin do’anya terkabul: musafir, berpuasa, terdzalimi, mengangkat tangan. Tetapi perkara haram yang melekat tubuh, telah menghalangi sampainya do’a ke sisi Allah. Jadi tertolaknya do’a, boleh jadi sebab adanya hal haram yang tumbuh di tubuh. Naudzubillahimindzalik...

Ada suatu kisah lagi tentang Abu Bakar Ash-Shidiq. Suatu hari beliau pulang saat sang istri menyediakan roti beserta kuah daging di meja makan. Karena lapar maka dinikmatinya segera hidangan tersebut tanpa bertanya asal-usul hidangan di meja sebagaimana kebiasaannya. Sang istri menegur dan mengatakan bahwa hidangan tersebut dari tetangga. Akhirnya tahulah bahwa yang memberikan hidangan itu ternyata adalah tukang ramal. Dengan sigap beliau susupkan tiga jari ke pangkal lidah, dan dimuntahkannya semua makanan yang sudah terlanjur tertelan.Subhanallah, begitu gigihnya mencegah dan menghindarkan diri dari segala sesuatu yang haram.

Bagaimana dengan kita? Apakah yang melekat pada diri kita selama ini adalah yang halal lagi baik???#introspeksi. Sesuatu yang haram jika melekat pada diri kita dapat menghalangi sampainya do’a kita kepada Allah dan cenderung mendorong untuk berbuat ke arah maksiat. Maka layaklah kita berhati-hati dan waspada. Semoga Allah menjaga diri kita dari segala hal yang demikian. Semoga kita semua disucikan Allah lahir dan batin, jiwa dan raga. Jika halal yang melekat maka barakah yang didapat^^

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”    (QS..Al Maidah:88)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar