Benar
apa yang dikatakan ustadz Anis Matta, tak selamanya pahlawan berkubang dalam
keemasan di setiap detik hidupnya. Bahkan mungkin hanya ada satu momen besar
dalam hidupnya. Sisanya... berkisar kesedihan, jatuh, tertekan atau mungkin
hidup yang datar saja. Karena itulah manusia. Hamba yang diciptakan Allah penuh
dengan keluh kesah dalam hidupnya. Bila ujianNya berhasil dilalui layaklah dia
menjadi bintang, atau paling tidak tergores namanya di sudut-sudut langit.
Seorang penulis terkenal misalnya. Dengan lentik-lentik jemarinya yang menari
diatas tuts keyboard komputer, dia bisa merayu manusia menuju kebaikan, dia
mampu kobarkan semangat jihad para pejuang, bahkan diapun dapat meruntuhkan
jiwa-jiwa pendosa. Tapi, suatu ketika kelak mungkin, dalam hidupnya hamba hadir
cobaan hingga jiwa yang begitu tinggi di mata pembaca menjadi lemah di hadapan
seorang teman sejati. Naifkah?
Apakah kita hendak mengukur kehebatan pahlawan dari sisi manusianya? Bila kita
memandangnya sebagai manusia, itu adalah sebuah kewajaran karena manusia adalah
seorang hamba. Seorang yang kadar keimanannya bisa naik bisa turun.
Apakah kita hendak mengukur kehebatan pahlawan dari sisi ilmunya? Bila kita
memandangnya sebagai seorang ulama, itu adalah sebuah kewajaran karena ulama
adalah manusia. Makhluk yang bernama manusia yang adalah seorang hamba.
Dari sisi manapun pahlawan adalah manusia, hamba yang penuh dengan sisi-sisi
kekurangan yang di bekali Allah Subhanallahu Wa Ta'ala sebagai saudara dari
kelebihan. Begitu pula dengan kadar keimanan makhluk yang jiwanya ada diantara
jemariNya, mudah berubah.
Lalu, saat kita hendak mengadili bintang karena sinarnya yang tak lagi terang, sebenarnya sudah adilkah kita hingga pantas untuk mengadilinya?
Saat cahaya bintang itu meredup mungkin kabut terlalu tebal melingkupinya
hingga dia perlukan pundak seorang sahabat untuk meluruhkan mendung dalam
hatinya. Ataukah bintang itu sebenarnya hanya butuh waktu bertapa sejenak dari
kebisingan dunia hingga jiwanya kembali tersucikan setelah khalwat dengan
pemilik cahaya abadi. Barangkali bintang itu sebenarnya ingin mengungkapkan
semua rahasia tapi malu karena dia adalah bintang, hingga hanya goresan-goresan
kalimat tidak jelas menghiasi buku hariannya.
Di balik itu dalam Al-quran disebutkan bahwa setiap muslim adalah bersaudara.
Atau ada ungkapan di balik lelaki yang sukses ada seorang istri yang hebat.
Intinya semua hasil tidak bisa terwujud hanya karena satu, diri. Apalagi tanpa
melibatkan pemilik semesta. Selain Allah Subhanallahu Wa Ta'ala, tempat memohon
pertolongan dan berharap, hamba butuh seorang teman sejati yang mengingatkan ke
mana harus berjalan menuju tempat pelabuhan hakiki. Sahabat sejati dapat
berwujud orang tua, suami/istri, sahabat ataukah bahkan buku/ilmu.
Referensi : Bunga Rampai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar