Mengapa (Al-Quran) disebut syifa’ (penyembuh), bukan dawa’ (obat)? Karena kata syifa’ ditujukan untuk kondisi lahiriah dan batiniah, sedangkan dawa’ ditujukan untuk kondisi lahiriah saja. Jadi, makna syifa’ lebih umum (lebih luas) dibandingkan dawa’. Di surat Yunus, Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ
رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ
لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)
Indah sekali, Allah sebut al-Quran sebagai,
- Mau’idzah (nasehat) dari Rab kita
- Syifa’ (penyembuh) bagi penyakit hati
- Huda (sumber petunjuk)
- Rahmat bagi orang yang beriman.
Ibnu Katsir mengatakan,
“وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ” أي: من الشُبَه والشكوك، وهو إزالة ما فيها من رجس ودَنَس
“Syifa bagi penyakit-penyakit dalam dada” artinya, penyakit
syubhat, keraguan. Hatinya dibersihkan dari setiap najis dan kotoran.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/274).
Di ayat lain, Allah berfirman,
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آَذَانِهِمْ وَقْرٌ
Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga
mereka ada sumbatan. (QS. Fushilat: 44)
Makna dua ayat ini saling melengkapi. Keterangan global di suat
Fushilat, didetailkan dengan keterangan di surat Yunus. Sehingga yang
dimaksud al-Quran sebagai syifa bagi orang yang beriman, adalah obat
bagi segala penyakit hati.
Kita simak keterangan Imam as-Sa’di,
Al-Quran adalah penyembuh bagi semua penyakit hati. Baik berupa
penyakit syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada syariat.
Atau penyakit Syubuhat, yang mengotori aqidah dan keyakinan. Karena
dalam al-Quran terdapat nasehat, motivasi, peringatan, janji, dan
ancaman, yang akan memicu perasaan harap dan sekaligus takut, bagi para
hamba.
Jika muncul dalam perasaannya, motivasi untuk berbuat baik, dan rasa
takut untuk maksiat, dan itu terus berkembang karena selalu mengkaji
makna al-Quran, itu akan membimbing dirinya untuk lebih mendahulukan
perintah Allah dari pada bisikan nafsunya. Sehingga dia menjadi hamba
yang lebih mencari ridha Allah dari pada nafsu syahwatnya.
Demikian pula berbagai hujjah dan dalil yang Allah sebutkan dengan
sangat jelas. Ini akan menghilangkan setiap kerancuan berfikir yang
menghalangi kebenaran masuk dalam dirinya dan mengotori aqidahnya.
Sehingga hatinya sampai pada puncak derajat keyakinan.
Ketika hati itu sehat, tidak banyak berisi penyakit syahwat dan
syubhat, keadaannya akan diikuti oleh anggota badannya. Karena anggota
badan akan jadi baik, disebabkan kebaikan hati. Dan menjadi rusak,
disebabkan rusaknya hati.
(Tafsir as-Sa’di, hlm. 366)
sumber : konsultasisyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar