Selasa, 27 Oktober 2015

Al-Quran Sebagai Penyembuh

Mengapa (Al-Quran) disebut syifa’ (penyembuh), bukan dawa’ (obat)? Karena kata syifa’ ditujukan untuk kondisi lahiriah dan batiniah, sedangkan dawa’ ditujukan untuk kondisi lahiriah saja. Jadi, makna syifa’ lebih umum (lebih luas) dibandingkan dawa’. Di surat Yunus, Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)

Indah sekali, Allah sebut al-Quran sebagai,
  1. Mau’idzah (nasehat) dari Rab kita
  2. Syifa’ (penyembuh) bagi penyakit hati
  3. Huda (sumber petunjuk)
  4. Rahmat bagi orang yang beriman.
Ibnu Katsir mengatakan,
“وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ” أي: من الشُبَه والشكوك، وهو إزالة ما فيها من رجس ودَنَس
“Syifa bagi penyakit-penyakit dalam dada” artinya, penyakit syubhat, keraguan. Hatinya dibersihkan dari setiap najis dan kotoran.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/274).

Di ayat lain, Allah berfirman,
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آَذَانِهِمْ وَقْرٌ
Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan. (QS. Fushilat: 44)
Makna dua ayat ini saling melengkapi. Keterangan global di suat Fushilat, didetailkan dengan keterangan di surat Yunus. Sehingga yang dimaksud al-Quran sebagai syifa bagi orang yang beriman, adalah obat bagi segala penyakit hati.
Kita simak keterangan Imam as-Sa’di,
Al-Quran adalah penyembuh bagi semua penyakit hati. Baik berupa penyakit syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada syariat. Atau penyakit Syubuhat, yang mengotori aqidah dan keyakinan. Karena dalam al-Quran terdapat nasehat, motivasi, peringatan, janji, dan ancaman, yang akan memicu perasaan harap dan sekaligus takut, bagi para hamba.
Jika muncul dalam perasaannya, motivasi untuk berbuat baik, dan rasa takut untuk maksiat, dan itu terus berkembang karena selalu mengkaji makna al-Quran, itu akan membimbing dirinya untuk lebih mendahulukan perintah Allah dari pada bisikan nafsunya. Sehingga dia menjadi hamba yang lebih mencari ridha Allah dari pada nafsu syahwatnya.
Demikian pula berbagai hujjah dan dalil yang Allah sebutkan dengan sangat jelas. Ini akan menghilangkan setiap kerancuan berfikir yang menghalangi kebenaran masuk dalam dirinya dan mengotori aqidahnya. Sehingga hatinya sampai pada puncak derajat keyakinan.
Ketika hati itu sehat, tidak banyak berisi penyakit syahwat dan syubhat, keadaannya akan diikuti oleh anggota badannya. Karena anggota badan akan jadi baik, disebabkan kebaikan hati. Dan menjadi rusak, disebabkan rusaknya hati.
(Tafsir as-Sa’di, hlm. 366)

sumber : konsultasisyariah.com

Jumat, 09 Oktober 2015

Menentramkan

Kisah yang mahsyur, ketika Rasulullah dan sahabat Abu Bakar bersembunyi dalam gua dari kejaran orang-orang yang ingin membunuh Rasul kala itu.
Abu Bakar sungguh khawatir.
Ibarat main petak umpet, ini petak umpet yang taruhannya nyawa kalau ketahuan.

Rasulullah begitu mengerti kekhawatiran Abu Bakar, lalu mengatakan sebuah kalimat ajaib:
"Laa tahzan, innallaha ma'ana"
(janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita)
Sungguh kalimat yang menenangkan hati.

Senja Jingga


Hamparan sawah hijau yang baru ditanami itu menyejukkan mata. Para petani bersiap untuk kembali pulang. Langit begitu damai berpadu mentari yang perlahan melangkah pergi menuju ufuk barat. Burung-burung terbang, siap kembali ke dalam sangkar. Di sebuah gubuk kecil, di tepi jalan...

Senja   > Kau masih ingat masa kecil kita? Menyusuri pematang sawah. Mencari kecebong dan berenang di kubangan air jernih dengan pancaran yang deras.

Jingga > Ya sederas air terjun yang menyegarkan. Padahal itu bersumber dari dalam tanah yang dihasilkan mesin berbahan bakar solar.

Senja   > Kau sangat betah bermain main dengan air itu. Masih ingat apa yang bisa membuatmu berhenti bermain?

Jingga > Tentu saja, yaitu saat aku asyik berenang dan tiba-tiba ada kepiting bersarang di telapak tanganku. Aku  ketakutan dan bapak akan membawa kita pulang.

Senja   > Hahaha...dan sekarang kita sudah dewasa. Melalui banyak asam garam dalam hidup.

Jingga > Hm...

Senja   > Hidup ini penuh kejutan dari-Nya. Kejutan yang membuat kita terpesona dengan skenario-Nya.  Seperti aku dan pangeranku. Dipertemukan dan disatukan setelah sekian tahun tak berjumpa. Siapa yang mengira? Mungkin dulu kami sering berada di tempat yang sama. Melewati lorong-lorong yang sama. Mempelajari hal-hal yang sama. Namun dia hanya diam memendam. Menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan rasa yang ia simpan.

Jingga > Seperti itukah? Apakah kau menyadari bahwa dia dalam diam memendam? Tapi kisah seperti itu tidak selalu berakhir dengan dipersatukan kan? Karna bisa jadi waktu yang ditunggu tidaklah tepat baginya, lebih tepatnya tidak berjodoh. Dan akhirnyaa...

Senja   > Tidak juga. Kami dipisahkan oleh jarak dan waktu 5 tahun lamanya. Yang namanya memperjuangkan memang harus diiringi dengan kesabaran dan keikhlasan. Sabar dan ikhlas untuk melepaskan jika ternyata yang diperjuangkan tidak dapat ia gapai. 

Jingga > Ya jika dia sadar bahwa yang diperjuangkan adalah bukan sebuah sekedar. Hingga ia mau tak mau harus rela melepaskan nya bersama orang lain yang juga sama-sama memperjuangkan.

Senja   > Benar. Bahkan kau tau banyak tentang kisahku. Tentang perasaan terpendam pada seniorku SMP yang dulu kupendam dalam-dalam sampai 9 tahun. Memang ada harapan aku berjodoh dengannya, walaupun tak berharap banyak. Padahal aku tak tau apakah dia mempunyai perasaan yang sama denganku. Atau bahkan tak mengenalku.

Jingga > Aku mengerti tentang perasaanmu meskipun kau menganggapku masih kecil saat dulu kau menceritakannya. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa untuk membantumu. 

Senja   > Banyak kisah perjalanan berbagai warna yang kulalui. Mungkin juga yang terjadi padanya. Namun namanya masih bertahta. Hingga Allah mengirimkan pangeran terbaik yang ternyata bukan dia. Aku menikah lebih dulu dengan pangeranku dan dia masih bertahan dengan kesendiriannya. Namun sekarang aku sangat bahagia dengan bahagiaku. Bersama pangeran terbaik dan dua malaikat kecilku. Cukuplah diambil hikmah dari masa lalu yang bukan untuk disesali.

Jingga > (tersenyum)

Senja   > Lalu bagaimana dengan perjalananmu? Pasti penuh warna pula. Dari sekian banyak yang datang kau biarkan mereka berlalu. 

Jingga > Tak usah khawatir, akan ada orang yang tepat di waktu yang tepat. Bukankah Allah sebaik-baik perencana? Mempersilahkan mereka berlalu bukan berarti mereka tidak baik dan merasa aku lebih baik darinya. Tapi...

Senja   > Karna tidak ada kecenderungan?

Jingga > Bisa jadi. Yang namanya kecenderungan adalah masalah hati yang terkadang tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar.

Senja   > Atau kau sudah terlanjur mencenderungkan hatimu pada seseorang?

Jingga > Entahlah ...mungkin. Eh...semoga saja tidak. Bukankah kita harus senantiasa melibatkan-Nya dalam mengambil keputusan. Itupun terkadang masih menyisakan rasa khawatir apakah itu keputusan yang tepat.

Senja   > Iya..ujian keragu-raguan itu sering datang entah saat menolak ataupun menerima. Bahkan ketika sudah menerima dan menunggu hari H. Keragu-raguan itu masih menghampiri. Maka harus senantiasa memohon petunjuk dan lebih mendekat pada-Nya.

Jingga > Hm...

Senja   > Jadi apakah ada yang sedang bertahta di hatimu? Bahkan kau lebih introvert soal perasaanmu. Bahkan padaku. Jika aku lelaki memang lebih baik diam soal perasaan. Tak perlu diceritakan siapa yang kusuka bahkan kepada teman dekatku yang laki-laki yang masih sama-sama single. Karna bisa jadi teman kita ternyata memiliki perasaan yang sama dengan kita. Haha.Tapi disini aku sudah berlabuh ke orang pilihan. Masih tetap tak mau cerita?

Jingga > Haha...benar sekali...itu juga berlaku untuk perempuan. Bolehlah memendam cinta. Harta karun saja dipendam. Sedangkan dia lebih berharga dari harta karun. Haha ngomong apa aku ini.

Senja   > Jadi siapa dia?

Jingga > Mungkin mirip dengan kisahmu dengan senior SMP. Belum tentu dia memiliki perasaan yang sama. Terkadang dia menulis kata-kata indah yang entah untuk siapa.

Senja   > Mungkin untukmu

Jingga > Haha...bisa jadi tidak. Jika muncul perasaan “sepertinya iya” segera kutepis. Aku tak mau terlalu PD. Karna aku tak mau berharap banyak dan terlalu dalam pada orang yang aku belum tahu apakah memang dia yang ditakdirkan untukku. Sudah-sudah, jodoh tak akan tertukar kan. Jangan terlalu khawatir. Semoga dipertemukan dalam kebaikan dengan pilihan-Nya.

Senja   > Hm...Jika memang iya mungkin sekarang dia sedang berjuang hingga waktu yang tepat itu datang.

Jingga > Jika tidak mungkin kisahku mirip dengan kisahmu dan senior SMP mu (tersenyum) . Tapi tidak sedalam dan selama kisahmu yang memendam. Hahaha. 

Senja   > Tak usah menggoda masa laluku. Yang penting sekarang aku bahagia atas kehendak-Nya (tersenyum)

Jingga > Hehe...Jadi apakah benar kata sesepuh bahwa perempuan itu dapat menikah dengan orang yang tidak atau belum ia cintai, tetapi laki-laki tidak bisa ?

Senja   > Entahlaah, teori itu bisa saja benar. Tapi tidak 100%. 

Jingga > Ayo kita pulang.

Senja   > (Mengangguk) 

Langit masih damai dengan jingga yang benderang di sekeliling mentari senja yang mulai meredup bersiap menyambut petang. Kedua insan itu mulai mengayun langkah pulang.

Sederhana

Cinta itu sederhana.
Aku suka kau, kau suka aku. Kita berdua lalu menikah. Tanpa banyak gombal. Tanpa banyak obral janji.
Cinta itu sederhana.
Asalkan kau setia, itu sudah cukup. Setia pada Allah dan Rasul-Nya. Karena kalau kau setia pada-Nya, kau akan memegang teguh perjanjian yang kokoh itu.
Cinta itu sederhana.
Cinta itu simpel, jika jatuh cinta, menikahlah.
Jika belum mampu, bersabarlah
#Tulisan jaman dulu.
Iya cinta memang sederhana. Tapi dalam perjalanan ada rumitnya juga :D