Hamparan sawah hijau yang baru ditanami itu
menyejukkan mata. Para petani bersiap untuk kembali pulang. Langit begitu damai
berpadu mentari yang perlahan melangkah pergi menuju ufuk barat. Burung-burung
terbang, siap kembali ke dalam sangkar. Di sebuah gubuk kecil, di tepi jalan...
Senja > Kau masih ingat masa kecil kita?
Menyusuri pematang sawah. Mencari kecebong dan berenang di kubangan air jernih
dengan pancaran yang deras.
Jingga > Ya sederas air terjun yang menyegarkan.
Padahal itu bersumber dari dalam tanah yang dihasilkan mesin berbahan bakar
solar.
Senja > Kau sangat betah bermain main dengan air
itu. Masih ingat apa yang bisa membuatmu berhenti bermain?
Jingga > Tentu saja, yaitu saat aku asyik berenang
dan tiba-tiba ada kepiting bersarang di telapak tanganku. Aku ketakutan dan bapak akan membawa kita pulang.
Senja > Hahaha...dan sekarang kita sudah dewasa.
Melalui banyak asam garam dalam hidup.
Jingga > Hm...
Senja > Hidup ini penuh kejutan dari-Nya.
Kejutan yang membuat kita terpesona dengan skenario-Nya. Seperti aku dan pangeranku. Dipertemukan dan
disatukan setelah sekian tahun tak berjumpa. Siapa yang mengira? Mungkin dulu
kami sering berada di tempat yang sama. Melewati lorong-lorong yang sama.
Mempelajari hal-hal yang sama. Namun dia hanya diam memendam. Menunggu waktu
yang tepat untuk mengutarakan rasa yang ia simpan.
Jingga > Seperti itukah? Apakah kau menyadari bahwa
dia dalam diam memendam? Tapi kisah seperti itu tidak selalu berakhir dengan
dipersatukan kan? Karna bisa jadi waktu yang ditunggu tidaklah tepat baginya,
lebih tepatnya tidak berjodoh. Dan akhirnyaa...
Senja > Tidak juga. Kami dipisahkan oleh jarak
dan waktu 5 tahun lamanya. Yang namanya memperjuangkan memang harus diiringi
dengan kesabaran dan keikhlasan. Sabar dan ikhlas untuk melepaskan jika
ternyata yang diperjuangkan tidak dapat ia gapai.
Jingga > Ya jika dia sadar bahwa yang diperjuangkan
adalah bukan sebuah sekedar. Hingga ia mau tak mau harus rela melepaskan nya
bersama orang lain yang juga sama-sama memperjuangkan.
Senja > Benar. Bahkan kau tau banyak tentang
kisahku. Tentang perasaan terpendam pada seniorku SMP yang dulu kupendam
dalam-dalam sampai 9 tahun. Memang ada harapan aku berjodoh dengannya, walaupun tak berharap banyak. Padahal
aku tak tau apakah dia mempunyai perasaan yang sama denganku. Atau bahkan tak
mengenalku.
Jingga > Aku mengerti tentang perasaanmu meskipun
kau menganggapku masih kecil saat dulu kau menceritakannya. Namun aku tak bisa
berbuat apa-apa untuk membantumu.
Senja > Banyak kisah perjalanan berbagai warna
yang kulalui. Mungkin juga yang terjadi padanya. Namun namanya masih bertahta.
Hingga Allah mengirimkan pangeran terbaik yang ternyata bukan dia. Aku menikah
lebih dulu dengan pangeranku dan dia masih bertahan dengan kesendiriannya.
Namun sekarang aku sangat bahagia dengan bahagiaku. Bersama pangeran terbaik
dan dua malaikat kecilku. Cukuplah diambil hikmah dari masa lalu yang bukan
untuk disesali.
Jingga > (tersenyum)
Senja > Lalu bagaimana dengan perjalananmu?
Pasti penuh warna pula. Dari sekian banyak yang datang kau biarkan mereka
berlalu.
Jingga > Tak usah khawatir, akan ada orang yang
tepat di waktu yang tepat. Bukankah Allah sebaik-baik perencana? Mempersilahkan
mereka berlalu bukan berarti mereka tidak baik dan merasa aku lebih baik
darinya. Tapi...
Senja > Karna tidak ada kecenderungan?
Jingga > Bisa jadi. Yang namanya kecenderungan
adalah masalah hati yang terkadang tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar.
Senja > Atau kau sudah terlanjur mencenderungkan
hatimu pada seseorang?
Jingga > Entahlah ...mungkin. Eh...semoga saja
tidak. Bukankah kita harus senantiasa melibatkan-Nya dalam mengambil keputusan.
Itupun terkadang masih menyisakan rasa khawatir apakah itu keputusan yang
tepat.
Senja > Iya..ujian keragu-raguan itu sering
datang entah saat menolak ataupun menerima. Bahkan ketika sudah menerima dan
menunggu hari H. Keragu-raguan itu masih menghampiri. Maka harus senantiasa
memohon petunjuk dan lebih mendekat pada-Nya.
Jingga > Hm...
Senja > Jadi apakah ada yang sedang bertahta di
hatimu? Bahkan kau lebih introvert soal perasaanmu. Bahkan padaku. Jika aku
lelaki memang lebih baik diam soal perasaan. Tak perlu diceritakan siapa yang
kusuka bahkan kepada teman dekatku yang laki-laki yang masih sama-sama single.
Karna bisa jadi teman kita ternyata memiliki perasaan yang sama dengan kita.
Haha.Tapi disini aku sudah berlabuh ke orang pilihan. Masih tetap tak mau
cerita?
Jingga > Haha...benar sekali...itu juga berlaku
untuk perempuan. Bolehlah memendam cinta. Harta karun saja dipendam. Sedangkan
dia lebih berharga dari harta karun. Haha ngomong apa aku ini.
Senja > Jadi siapa dia?
Jingga > Mungkin mirip dengan kisahmu dengan senior
SMP. Belum tentu dia memiliki perasaan yang sama. Terkadang dia menulis
kata-kata indah yang entah untuk siapa.
Senja > Mungkin untukmu
Jingga >
Haha...bisa jadi tidak.
Jika muncul perasaan “sepertinya iya” segera kutepis. Aku tak mau
terlalu PD.
Karna aku tak mau berharap banyak dan terlalu dalam pada orang yang aku
belum
tahu apakah memang dia yang ditakdirkan untukku. Sudah-sudah, jodoh tak
akan tertukar kan. Jangan terlalu khawatir. Semoga dipertemukan dalam
kebaikan dengan pilihan-Nya.
Senja > Hm...Jika memang iya mungkin sekarang
dia sedang berjuang hingga waktu yang tepat itu datang.
Jingga > Jika tidak mungkin kisahku mirip dengan
kisahmu dan senior SMP mu (tersenyum) . Tapi tidak sedalam dan selama kisahmu
yang memendam. Hahaha.
Senja > Tak usah menggoda masa laluku. Yang
penting sekarang aku bahagia atas kehendak-Nya (tersenyum)
Jingga > Hehe...Jadi apakah benar kata sesepuh
bahwa perempuan itu dapat menikah dengan orang yang tidak atau belum ia cintai,
tetapi laki-laki tidak bisa ?
Senja > Entahlaah, teori itu bisa saja benar.
Tapi tidak 100%.
Jingga > Ayo kita pulang.
Senja > (Mengangguk)
Langit
masih damai dengan jingga yang benderang di sekeliling mentari senja yang mulai
meredup bersiap menyambut petang. Kedua insan itu mulai mengayun langkah pulang.