Sabtu, 05 November 2016

PELAMINAN

Rangkaian bunga warna-warni nan indah dengan latar berwarna putih menjadi saksi dua jiwa yang telah halal untuk merajut cinta. Dua tahun semenjak masa kelulusan kita bukankah itu waktu yang lama? Terpisah oleh jarak dan waktu yang bahkan tak membuat kita sempat untuk sekedar bertegur sapa. Entah tidak menyempatkan atau memang sama-sama enggan untuk memulai.

Hari ini kita bertemu di tempat yang bernama pelaminan,  masih membuatku berasa dalam mimpi bahwa kita sama-sama merasakan bahagia. Senyum nan indah pun merekah di wajah teman-teman kita. Kegembiraan menyaksikan dua insan yang  menjadi ratu dan raja dalam singgasana  berpadu dengan kebahagiaan pertemuan dengan teman-teman lainnya. Memang bisa dibilang bahwa acara pernikahan dapat menjadi momen reunian. Bertemu, bertegur sapa, dan saling mengurai cerita bisa melepas rindu bagi raga-raga yang telah lama tak bersua.

Sampai sekarang kau masih menyukai dunia astronomi. Katamu dunia astronomi itu menakjubkan, bisa membawamu ke alam yang lebih menguatkan kekaguman terhadap kekuasaan Tuhan. Bahkan sampai sekarang kau menempuh S2 pun masih menggeluti  bidang itu yang mengantarkanmu pada prestasi-prestasi gemilang dari dulu hingga sekarang. Jadi bisa dibilang bahwa kita sama-sama mengagumi langit dan segala keindahannya yang menawan. Hanya saja kagumku tidak sampai sepertimu yang bisa menekuni bidang astronomi dengan segala analisis dan rumus-rumus asing yang bagiku cukup memusingkan.

Masih ingat saat hari kelulusan itu, banyak sekali rangkaian bunga indah dan berjibun kado yang kau terima dari para penggemarmu sampai kedua tanganmu pun tak mampu menampungnya. Bak artis yang sedang jumpa fans, para pengagum mu itu khususnya adik-adik junior mengantri untuk berfoto denganmu. Dan kau masih dengan sikap berwibawa, tenang, dan rendah hati menanggapinya. Hingga salah satu dari teman kita sempat menggodamu  “Tuh Al, tinggal dipilih satu untuk dijadikan pacar, eh istri ding”, godanya sambil menepuk pundakmu. Dan kau hanya menanggapinya dengan senyum berwibawa sambil menggeleng-gelengkan kepala tanda heran dengan tingkah temanmu. Hingga salah satu teman yang lain nyeletuk ”Eh ya gak bisa ambil satu, disini gak ada mahasiswa kedokteran. Dia kan katanya ingin punya istri dokter”, katanya dengan percaya diri. Kali ini kau tak memasang senyum seperti sebelumnya dan langsung menoleh ke arahku. Tentu saja itu kau lakukan bukan tanpa alasan, karna kau sadar bahwa aku secara refleks kaget mendengar kata “dokter” dan kemudian menoleh ke arahmu yang berjarak 2 meter di sampingmu. Aku pun segera mengalihkan muka kembali ke arah kerumunan teman-temanku yang sedang asyik saling mengucapkan selamat atas perjuangan hingga ijazah berhasil digenggam. Dan semenjak itu kita pun berpisah mengarungi medan dengan dunia masing-masing.


Hari ini istimewa. Kita sama-sama bahagia dan berfoto bersama teman-teman di pelaminan. Dan semenjak itu pula kita berpisah kembali. Mungkin saja di lain waktu kita akan dipertemukan lagi dalam nuansa berbunga-bunga di pelaminan. Entah dengan bergandengan tangan, atau sekedar menghadiri undangan pernikahan teman.

#Cerpen
#Fiktif

Minggu, 23 Oktober 2016

Anak Laki-Laki Tanpa Ayah

Umurnya baru 7 bulan, saat bapaknya membawa pergi kakak perempuannya yang berusia 4 tahun. Kemana? Menempuh hidup baru dengan sosok lain. Jodohnya sang ibu dan bapak mungkin hanya sampai disitu.
Ia tumbuh besar bersama ibunya tanpa mengenal sosok ayah. Dibantu pengasuhannya oleh bibi dan pamannya yang tidak punya anak. Mereka tinggal bersama-sama. Pertama dan terakhir kalinya ia bertemu sang bapak, saat umurnya 14 tahun. Bapaknya pulang ke kampung halaman dan ia temui. Ternyata bapaknya adalah sosok yang gagah dan tampan. Ya, hanya sekali itu. Setelahnya sang bapak pergi lagi. Jauuuh berbatas samudera, tak diketahui rimbanya. Hingga benar-benar mereka terpisah oleh ajal sang bapak.
Anak lelaki itu sebenarnya cerdas, hanya saja ia tak diberi kesempatan. Saat lulus SD ia lolos tes masuk PGA (Pendidikan Guru Agama). Girang ia pulang ke rumah. Namun di rumah ia dihadang sang paman dengan ancaman: jika mau lanjut sekolah, ia akan celaka. Rupanya sang paman tidak mau terbebani dalam pembiayaan. Anak itu ketakutan lalu menurut. Tak pernah lagi melanjutkan jenjang pendidikan. Ia terima hanya menjadi lulusan SD, menghabiskan waktu membantu pekerjaan orang tua sehari-hari dan di usia muda mencari penghasilan agar mandiri.
Saat kanak-kanak, ibunya sering menggendongnya ke masjid. Meski gelap hanya diterangi nyala api, ia suka pergi ke masjid untuk sholat jamaah dan mengaji. Meskipun ibunya bukan orang yang taat beragama, tapi beliau punya jejak amal yang di kemudian hari menghantarkan anaknya menjadi pemuda religius yang cinta masjid. Juga menemui jodohnya, karena jatuh cinta di masjid. Di situlah rahasia Ilahi disimpan. Ketika sang anak dewasa, melalui perantara dirinya sang ibu mendapatkan hidayah untuk menunaikan kewajiban agama dan meninggalkan kesyirikan. Meskipun sang bapak tidak pernah mengurusnya, ia tetap menjadi anak sholih yang rajin mengirim do'a. Sampai-sampai suatu hari ia bermimpi, bapak mendatangi dan duduk di pangkuannya sambil berkata “Aku sudah di tempat yang baik, Nak. Terimakasih.” Wallahua’lam.
Anak lelaki yang dibesarkan dalam kondisi broken home, miskin, keras, dan berpendidikan rendah. Tapi ia tumbuh dengan percaya diri, taat, tegas, pemberani, dan murah hati.
Anak lelaki itu, kini telah menua bersama kisahnya. Sekarang ia adalah tokoh masyarakat, imam mushola, seorang bapak dari 4 anak, petani yang menanam padi. Dan ketika ia bercerita kembali tentang kisah hidupnya, tampak guratan syukur dari mimik dan ucapnya. Seperti apapun orang-orang di masa lalunya, ia berterimakasih.
Ya benar. Karena setiap tempaan yang tidak membunuh nyawa, sebenarnya justru mengokohkan jiwa.
“Everything that doesnt kill you, makes you stonger.”

#Tulisan kakak dengan editan seperlunya#Edisi kangen rumah#Padahal pekan kemaren baru pulang :D

Selasa, 19 Januari 2016

Tentang “Cinta” (lagi)

Jika mencintai butuh perjuangan,maka kau juga harus mengerti bahwa memperjuangan tidak selalu bisa mendapatkan. Jika rasa cinta mesti dinyatakan, maka pahamilah bahwa menyatakan tidak selalu bisa menyatukan. Jika mencintai bisa membuatmu bahagia, maka perlu kau sadari bahwa tak bisa bersama bisa membuatmu merana. 

Jangan terlalu berlebihan dalam mencintai, karna kau akan sakit ketika ternyata tak bisa tergapai. Buat apa engkau mencintai dengan cara yang menghancurkan dirimu sendiri. Berharap cinta pada manusia bisa berujung pada kecewa. Maka janganlah terlalu lama memendam dan bertahan dalam ketidakpastian. Jika sudah terungkapkan dan ternyata bertepuk sebelah tangan, maka ikhlaskan. Sebagaimana jatuh cinta yang tak selalu butuh banyak alasan, maka kau juga harus menyadari bahwa cinta tak mesti ada balasan

Selasa, 27 Oktober 2015

Al-Quran Sebagai Penyembuh

Mengapa (Al-Quran) disebut syifa’ (penyembuh), bukan dawa’ (obat)? Karena kata syifa’ ditujukan untuk kondisi lahiriah dan batiniah, sedangkan dawa’ ditujukan untuk kondisi lahiriah saja. Jadi, makna syifa’ lebih umum (lebih luas) dibandingkan dawa’. Di surat Yunus, Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)

Indah sekali, Allah sebut al-Quran sebagai,
  1. Mau’idzah (nasehat) dari Rab kita
  2. Syifa’ (penyembuh) bagi penyakit hati
  3. Huda (sumber petunjuk)
  4. Rahmat bagi orang yang beriman.
Ibnu Katsir mengatakan,
“وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ” أي: من الشُبَه والشكوك، وهو إزالة ما فيها من رجس ودَنَس
“Syifa bagi penyakit-penyakit dalam dada” artinya, penyakit syubhat, keraguan. Hatinya dibersihkan dari setiap najis dan kotoran.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/274).

Di ayat lain, Allah berfirman,
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آَذَانِهِمْ وَقْرٌ
Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan. (QS. Fushilat: 44)
Makna dua ayat ini saling melengkapi. Keterangan global di suat Fushilat, didetailkan dengan keterangan di surat Yunus. Sehingga yang dimaksud al-Quran sebagai syifa bagi orang yang beriman, adalah obat bagi segala penyakit hati.
Kita simak keterangan Imam as-Sa’di,
Al-Quran adalah penyembuh bagi semua penyakit hati. Baik berupa penyakit syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada syariat. Atau penyakit Syubuhat, yang mengotori aqidah dan keyakinan. Karena dalam al-Quran terdapat nasehat, motivasi, peringatan, janji, dan ancaman, yang akan memicu perasaan harap dan sekaligus takut, bagi para hamba.
Jika muncul dalam perasaannya, motivasi untuk berbuat baik, dan rasa takut untuk maksiat, dan itu terus berkembang karena selalu mengkaji makna al-Quran, itu akan membimbing dirinya untuk lebih mendahulukan perintah Allah dari pada bisikan nafsunya. Sehingga dia menjadi hamba yang lebih mencari ridha Allah dari pada nafsu syahwatnya.
Demikian pula berbagai hujjah dan dalil yang Allah sebutkan dengan sangat jelas. Ini akan menghilangkan setiap kerancuan berfikir yang menghalangi kebenaran masuk dalam dirinya dan mengotori aqidahnya. Sehingga hatinya sampai pada puncak derajat keyakinan.
Ketika hati itu sehat, tidak banyak berisi penyakit syahwat dan syubhat, keadaannya akan diikuti oleh anggota badannya. Karena anggota badan akan jadi baik, disebabkan kebaikan hati. Dan menjadi rusak, disebabkan rusaknya hati.
(Tafsir as-Sa’di, hlm. 366)

sumber : konsultasisyariah.com

Jumat, 09 Oktober 2015

Menentramkan

Kisah yang mahsyur, ketika Rasulullah dan sahabat Abu Bakar bersembunyi dalam gua dari kejaran orang-orang yang ingin membunuh Rasul kala itu.
Abu Bakar sungguh khawatir.
Ibarat main petak umpet, ini petak umpet yang taruhannya nyawa kalau ketahuan.

Rasulullah begitu mengerti kekhawatiran Abu Bakar, lalu mengatakan sebuah kalimat ajaib:
"Laa tahzan, innallaha ma'ana"
(janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita)
Sungguh kalimat yang menenangkan hati.

Senja Jingga


Hamparan sawah hijau yang baru ditanami itu menyejukkan mata. Para petani bersiap untuk kembali pulang. Langit begitu damai berpadu mentari yang perlahan melangkah pergi menuju ufuk barat. Burung-burung terbang, siap kembali ke dalam sangkar. Di sebuah gubuk kecil, di tepi jalan...

Senja   > Kau masih ingat masa kecil kita? Menyusuri pematang sawah. Mencari kecebong dan berenang di kubangan air jernih dengan pancaran yang deras.

Jingga > Ya sederas air terjun yang menyegarkan. Padahal itu bersumber dari dalam tanah yang dihasilkan mesin berbahan bakar solar.

Senja   > Kau sangat betah bermain main dengan air itu. Masih ingat apa yang bisa membuatmu berhenti bermain?

Jingga > Tentu saja, yaitu saat aku asyik berenang dan tiba-tiba ada kepiting bersarang di telapak tanganku. Aku  ketakutan dan bapak akan membawa kita pulang.

Senja   > Hahaha...dan sekarang kita sudah dewasa. Melalui banyak asam garam dalam hidup.

Jingga > Hm...

Senja   > Hidup ini penuh kejutan dari-Nya. Kejutan yang membuat kita terpesona dengan skenario-Nya.  Seperti aku dan pangeranku. Dipertemukan dan disatukan setelah sekian tahun tak berjumpa. Siapa yang mengira? Mungkin dulu kami sering berada di tempat yang sama. Melewati lorong-lorong yang sama. Mempelajari hal-hal yang sama. Namun dia hanya diam memendam. Menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan rasa yang ia simpan.

Jingga > Seperti itukah? Apakah kau menyadari bahwa dia dalam diam memendam? Tapi kisah seperti itu tidak selalu berakhir dengan dipersatukan kan? Karna bisa jadi waktu yang ditunggu tidaklah tepat baginya, lebih tepatnya tidak berjodoh. Dan akhirnyaa...

Senja   > Tidak juga. Kami dipisahkan oleh jarak dan waktu 5 tahun lamanya. Yang namanya memperjuangkan memang harus diiringi dengan kesabaran dan keikhlasan. Sabar dan ikhlas untuk melepaskan jika ternyata yang diperjuangkan tidak dapat ia gapai. 

Jingga > Ya jika dia sadar bahwa yang diperjuangkan adalah bukan sebuah sekedar. Hingga ia mau tak mau harus rela melepaskan nya bersama orang lain yang juga sama-sama memperjuangkan.

Senja   > Benar. Bahkan kau tau banyak tentang kisahku. Tentang perasaan terpendam pada seniorku SMP yang dulu kupendam dalam-dalam sampai 9 tahun. Memang ada harapan aku berjodoh dengannya, walaupun tak berharap banyak. Padahal aku tak tau apakah dia mempunyai perasaan yang sama denganku. Atau bahkan tak mengenalku.

Jingga > Aku mengerti tentang perasaanmu meskipun kau menganggapku masih kecil saat dulu kau menceritakannya. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa untuk membantumu. 

Senja   > Banyak kisah perjalanan berbagai warna yang kulalui. Mungkin juga yang terjadi padanya. Namun namanya masih bertahta. Hingga Allah mengirimkan pangeran terbaik yang ternyata bukan dia. Aku menikah lebih dulu dengan pangeranku dan dia masih bertahan dengan kesendiriannya. Namun sekarang aku sangat bahagia dengan bahagiaku. Bersama pangeran terbaik dan dua malaikat kecilku. Cukuplah diambil hikmah dari masa lalu yang bukan untuk disesali.

Jingga > (tersenyum)

Senja   > Lalu bagaimana dengan perjalananmu? Pasti penuh warna pula. Dari sekian banyak yang datang kau biarkan mereka berlalu. 

Jingga > Tak usah khawatir, akan ada orang yang tepat di waktu yang tepat. Bukankah Allah sebaik-baik perencana? Mempersilahkan mereka berlalu bukan berarti mereka tidak baik dan merasa aku lebih baik darinya. Tapi...

Senja   > Karna tidak ada kecenderungan?

Jingga > Bisa jadi. Yang namanya kecenderungan adalah masalah hati yang terkadang tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar.

Senja   > Atau kau sudah terlanjur mencenderungkan hatimu pada seseorang?

Jingga > Entahlah ...mungkin. Eh...semoga saja tidak. Bukankah kita harus senantiasa melibatkan-Nya dalam mengambil keputusan. Itupun terkadang masih menyisakan rasa khawatir apakah itu keputusan yang tepat.

Senja   > Iya..ujian keragu-raguan itu sering datang entah saat menolak ataupun menerima. Bahkan ketika sudah menerima dan menunggu hari H. Keragu-raguan itu masih menghampiri. Maka harus senantiasa memohon petunjuk dan lebih mendekat pada-Nya.

Jingga > Hm...

Senja   > Jadi apakah ada yang sedang bertahta di hatimu? Bahkan kau lebih introvert soal perasaanmu. Bahkan padaku. Jika aku lelaki memang lebih baik diam soal perasaan. Tak perlu diceritakan siapa yang kusuka bahkan kepada teman dekatku yang laki-laki yang masih sama-sama single. Karna bisa jadi teman kita ternyata memiliki perasaan yang sama dengan kita. Haha.Tapi disini aku sudah berlabuh ke orang pilihan. Masih tetap tak mau cerita?

Jingga > Haha...benar sekali...itu juga berlaku untuk perempuan. Bolehlah memendam cinta. Harta karun saja dipendam. Sedangkan dia lebih berharga dari harta karun. Haha ngomong apa aku ini.

Senja   > Jadi siapa dia?

Jingga > Mungkin mirip dengan kisahmu dengan senior SMP. Belum tentu dia memiliki perasaan yang sama. Terkadang dia menulis kata-kata indah yang entah untuk siapa.

Senja   > Mungkin untukmu

Jingga > Haha...bisa jadi tidak. Jika muncul perasaan “sepertinya iya” segera kutepis. Aku tak mau terlalu PD. Karna aku tak mau berharap banyak dan terlalu dalam pada orang yang aku belum tahu apakah memang dia yang ditakdirkan untukku. Sudah-sudah, jodoh tak akan tertukar kan. Jangan terlalu khawatir. Semoga dipertemukan dalam kebaikan dengan pilihan-Nya.

Senja   > Hm...Jika memang iya mungkin sekarang dia sedang berjuang hingga waktu yang tepat itu datang.

Jingga > Jika tidak mungkin kisahku mirip dengan kisahmu dan senior SMP mu (tersenyum) . Tapi tidak sedalam dan selama kisahmu yang memendam. Hahaha. 

Senja   > Tak usah menggoda masa laluku. Yang penting sekarang aku bahagia atas kehendak-Nya (tersenyum)

Jingga > Hehe...Jadi apakah benar kata sesepuh bahwa perempuan itu dapat menikah dengan orang yang tidak atau belum ia cintai, tetapi laki-laki tidak bisa ?

Senja   > Entahlaah, teori itu bisa saja benar. Tapi tidak 100%. 

Jingga > Ayo kita pulang.

Senja   > (Mengangguk) 

Langit masih damai dengan jingga yang benderang di sekeliling mentari senja yang mulai meredup bersiap menyambut petang. Kedua insan itu mulai mengayun langkah pulang.

Sederhana

Cinta itu sederhana.
Aku suka kau, kau suka aku. Kita berdua lalu menikah. Tanpa banyak gombal. Tanpa banyak obral janji.
Cinta itu sederhana.
Asalkan kau setia, itu sudah cukup. Setia pada Allah dan Rasul-Nya. Karena kalau kau setia pada-Nya, kau akan memegang teguh perjanjian yang kokoh itu.
Cinta itu sederhana.
Cinta itu simpel, jika jatuh cinta, menikahlah.
Jika belum mampu, bersabarlah
#Tulisan jaman dulu.
Iya cinta memang sederhana. Tapi dalam perjalanan ada rumitnya juga :D